[Cerpen] Gigi Palsu

Posted: Maret 4, 2012 in cerpen, Karya Sendiri
Tag:, , , , , ,

Urusan gigi palsu itu sudah banyak yang tahu. Gigi palsu eyang Suro yang bertuah katanya. Semua warga di sini juga tahu. Eyang Suro memang sudah belasan tahun meninggal. Tapi lihatlah usaha mi ayam Suronya itu makin berjaya saja rupanya. Kini sudah diambil alih sepenuhnya oleh salah satu anaknya. Lihatlah cabangnya juga sudah tersebar di tiga kota sebelah dan sebentar lagi pulau seberang juga hendak diresmikan. Tentu saja tanpa gigi palsu bertuah itu, keturunan eyang Suro tidak akan menikmati warisannya yang bercabang-cabang itu hingga sekarang.

Aku adalah cucu eyang Suro. Akankah pamor keberkahan gigi palsu itu sampai padaku? Nampaknya tidak. Karena bapak selalu menghidari berurusan dengan perkara itu.

“Hanya bapak yang tidak mendapatkan apa dulu yang diperebutkan paklik-paklikmu itu Ganjar.” Katanya pada suatu waktu.

Ya, aku tahu cerita tentang asal-usul dan nasib gigi palsu eyang Suro. Dahulu eyang orang melarat. Tidak punya apa-apa. Hartanya sudah habis dijual ketika istrinya, eyang putri, melahirkan Paklik Somad saudara bapak yang paling muda. Eyang sudah menghabiskan hartanya untuk membesarkan bapak dan kedua adiknya. Dan masih saja membutuhkan banyak biaya untuk kelahiran anak terakhirnya.  Maka, praktis seluruh harta benda eyang ludes tergadaikan.

“Eyangmu pergi mencari pesugihan.” Kata-kata bapak bagian itu terus saja aku ingat sampai sekarang. Pesugihan. Betapa rendahnya riwayat moyangku, pikirku.

“Eyang ketemu orang pintar yang bisa menjamin lancarnya berkah. Mbah dukun dari seberang yang sudah terkenal ampuhnya. Mbah dukun itu bisa mengisi benda-benda semacam keris dan pusaka agar pemiliknya diberi keberkahan. Sayang eyangmu tidak punya lagi benda-benda yang bisa diisi. Sudah habis dijual dan digadaikan. Hanya gigi palsu yang dia punya.”

Maka itulah awal dari kisah gigi palsu bertuah itu. Dukun itu benar-benar hebat. Tak ada benda pusaka, gigi palsupun jadi. Keberkahan dan rejekipun melimpahi orang yang memakainya. Eyang mendadak bangkit dari keterpurukan ekonomi. Bicaranya jadi bertuah. Pesan dan sarannya juga bertuah. Wajar saja karena suara itu keluar dari rongga mulut yang di situ terdapat benda yang diberkahi. Maka tak heran jika rejeki juga mengikuti.

Gaya bicara eyang mendadak kharismatik dan mampu meluluhkan orang-orang kaya yang mau memberi pinjaman modal untuk usaha eyang waktu itu. Gigi palsu bertuah itu tidak sedikitpun menunjukkan penyusutan pamornya seiring waktu. Mungkin saja sang dukun memberinya isian yang bersifat permanen.

“Ada tiga cara pengisian.” Bapak menjelaskan kepadaku. “ Pertama, dengan berkah ilahi. Si dukun akan berdoa kepada Tuhan agar benda yang diisi diberi keberkahan. Cara kedua dengan pengisian yoni atau makhluk halus yang diisikan kedalamnya. Ketiga dengan induksi atau penyaluran, yaitu si dukun akan menyalurkan energinya sehingga benda tersebut mempunyai berkah. Cara yang pertama akan memberikan efek yang permanen sedangkan yang kedua dan ketiga bersifat sementara.”

Ya, aku menganggapnya isian yang pertamalah yang membuat rejeki eyang tidak pernah menyusut. Tapi belakangan aku sedikit sangsi. Bisa jadi itu hanya anggapanku saja yang berusaha melarikan diri dari jeratan vonis kemusyrikan karena jelas cara yang petama lebih agamis dibading yang lain. Meskipun aku tahu segala jenis pesugihan tidaklah bisa dibenarkan.

“Hanya bapak yang tidak mendapatkan apa dulu yang diperebutkan paklik-paklikmu itu Ganjar.” Kata-kata itulah yang akhirnya mampu menenangkan jiwaku.

Beberapa bulan setelah eyang meninggal, gigi palsu bertuah itu menjadi rebutan diantara saudara-saudara bapak. Mereka serakah. Pamor gigi palsu itu sudah bukan rahasia lagi diantara mereka dan diantara warga sekitar. Maka wajarlah jika tidak hanya mereka yang memperebutkan. Tak heran juga kalau salah satu dari dua rahang gigi palsu itu dicuri orang. Rahang bawah yang hilang. Alhasil, makin gila pulalah ketiga saudara bapak memperebutkan benda yang tinggal satu itu.

Maka dengan kesepakatan bersama, gigi palsu rahang atas itu dipecah menjadi tiga sama besar. Paklik Somad mendapatkan bagian gigi depan. Paklik Tarjo adik pertama bapak mendapatkan bagian gigi-gigi belakang sebelah kanan dan paklik Priyo adik kedua bapak mendapatkan gigi-gigi belakang sebelah kiri. Adillah sudah sekarang.

“Untung kamu tidak tertarik kang.” Kata paklik Tarjo pada bapak. “Kalau kamu ikut nagih jatah, bakal susah membaginya sama besar.”

“Aku tidak mau makan dari hasil yang haram.”

“Jangan berlebihan kang.” Sahut paklik Priyo. “ Dari dulu kamu juga makan dari uang bapak. Jangan sok suci.”

“Kalau begitu aku mau mulai mensucikan darahku yang dari dulu terkena makanan haram dari duit haram. Ini sisi baik dari meninggalnya bapak. Sisi baik juga satu rahangnya hilang dicuri orang”

“Terserahlah. Hidup itu sulit kang. Ingat itu.” paklik Priyo menutup pembicaraan itu dengan malas dan segera pergi dari situ.

Mereka melakukan cara yang gila untuk menjaga jimat mereka masing-masing. Belajar dari kelalaian mereka dan kegagalan menjaga rahang bawah yang akhirnya kecurian itu, mereka serentak memaksakan memakai gigi palsu itu kedalam mulut mereka masing-masing. Betapa menjijikannya membayangkan mereka harus ngemut gigi palsu busuk berwarana kecoklatan dan bercak karang gigi yang telah mengalami pengendapan selama puluhan tahun di dalam mulut eyang itu. Paklik Somad yang mendapatkan jatah gigi depannya akhirnya rela mencabutkan gigi aslinya yang masih sehat hanya untuk memberi ruang agar gigi palsu eyang bisa direkatkan di rahangnya. Lihatlah gigi depan palsu milik eyang yang dipaksakan terpasang di situ nampak benar tidak sesuai baik dari segi ukuran dan warnanya yang jauh lebih coklat dan kotor daripada gigi asli di samping-sampingnya. Paklik Tarjo yang memegang gigi palsu bagian belakang kanan sedikit lebih mujur. Gigi belakang kanannya memang sudah membusuk. Kini tinggal akar gigi yang mencuat di gusinya. Dengan palu, tatah dan selembar ampelas kasar dia berhasil membuat sisa-sisa reruntuhan giginya itu rata dengan gusi. Menjadikan tempat yang lapang untuk potongan gigi palsu bertuah itu. Makanya tidak perlu repot-repot mencabutkan giginya. Tapi tak ada yang lebih mujur dibanding paklik Priyo, si pemegang bagian gigi palsu sebelah belakang kiri. Memang gusi belakang kiri paklik Priyo sudah lama gundul karena sering dicabut. Dulu sering bikin bengkak katanya. Makanya tanpa usaha sedikitpun, gigi palsu eyang dengan mudahnya menghuni gusi kosongnya itu.

Tentu saja urusan pasang memasang itu diserahkan pada mantri gigi di kota sebelah agar menjamin sang mantri tidak pernah mendengar kabar tentang gigi palsu bertuah itu. Tentu saja sang mantri heran dengan perilaku ketiga bersaudara itu yang memaksa memasang gigi palsu busuk itu di mulut mereka. Tapi dengan sedikit melebihkan tarif pembayaran, sang mantri dengan senang hati tidak banyak bertanya. Dan gigi palsu butut itu sudah merekat permanen di mulut mereka masing-masing. Merekapun bangga, jimat yang akan memberinya keberkahan itu melekat erat dimulut mereka. Tidak mungkin lagi dicuri orang, pikir mereka.

Maka seperti yang telah dirumuskan, kehidupan ketiga saudara bapak meroket dengan singkat. Lihatlah Paklik Somad yang memegang kendali usaha mi ayam eyang kini sudah mengepalai puluhan cabang di tiga kota sebelah dan sebentar lagi satu cabang di pulau seberang juga hendak diresmikan. Paklik Tarjo yang mendapat bagian sawah yang berhektar-hektar peninggalan eyang itu semakin saja berjaya dengan beras kualitas ekspornya dan mengatarkannya pada perluasan usaha ekspor impor bidang lain juga. Paklik Priyo yang mendapatkan bagian lain dari tanah warisan nampaknya mampu mengelola dengan baik. Digadaikannya sebidang tanah di desa itu untuk membeli tanah di kota. Tapi perhitungannya tidak meleset. Tanah di kota itu sangat strategis. Dibangunnya kontrakan dan kos-kosan untuk para mahasiswa yang kuliah di universitas dekat situ. Dengan penghasilan yang melimpah, tanah di desa mampu ditebusnya kembali.

Sedangkan bapak, telah menjual tanah perkebunan hasil warisan itu untuk membayar biaya kuliah tiga semester awal. Malangnya keluarga kami yang hidup dengan lurus. Namun siapa bilang usaha kami tidak menampakkan hasil? Semenjak semester keempat aku bisa mengajukan beasiswa dari daerah. Bapak Bupati yang baru dilantik waktu itu mengadakan program beasiswa untuk putra daerah yang berprestasi. Aku berhasil memperpanjang beasiswa itu dari semester ke semester hingga saat ini.

Semester kali ini tidak seperti semester-semester sebelumnya. Ini lima kalinya aku berhasil memperpanjang beasiswaku. Kali ini akau akan bersalaman dengan Pak Bupati. Acara penyerahan beasiswa kali ini akan lebih meriah dari sebelumnya. Tentu saja pengambilan beasiswa sebelumnya hanya lewat kantor keuangan. Tinggal tanda tangan, petugas loket akan memberikan uangnya. Tapi kali ini bertepatan dengan perayaan ulang tahun kabupaten. Maka wajarlah kalau penyerahan kali ini dibarengkan dengan perayaan itu.

Inilah dia Bapak Bupati yang aku nantikan.

“Nak Ganjar.” Katanya sambil menyalamiku. ”Pertahankan prestasimu ya. Selamat.” Senyumnya mengembang.

Namun senyumku malah merapat.

Deretan gigi bawah Pak Bupati tidak cocok dibanding dengan yang atas. Terlalu jelek, kotor dan tidak pas ditempatnya. Dan aku kenal betul siapa yang pernah memakai gigi bawah itu sebelumya.

Ternyata efek dari berkah haram gigi palsu itu belum juga berhenti. Barangkali memang permanen, pikirku.

 

Kunjungi cerpen saya lang lain: klik di sini

Komentar
  1. Citra Taslim berkata:

    wow,,,suka banget sama endingnya. tidak tertebak olehku.
    cerpennya menarik.suka ^_^
    karna jimat gigi palsu rela memasang gigi busuk. ngebayanginnya rada gimana gitu. hehehe

    • eraha berkata:

      hehe,,makasih citra uda nyempetin mampir, tengah malam pula,,,hehehe,,,

      jimat itu kan klo di bahasa jawa puny kepanjangan=siJI diruMAT yang artinya hanya satu tapi dijaga terus,,,
      jadi wajarlah kalo si pemakai jimat sering melakukan hal yg ga masuk akal utk ‘ngrumat’ benda yg satu itu ^_^

      • Citra Taslim berkata:

        baru ngeh kalo kata jimat itu ada kepanjangannya.
        siji dirumat.
        menarik. karna membaca cerpen ini jadi nambah wawasan baru. mungkin sederhana bagi orang. tapi memahami istilah kebudayaan selalu menarik bagi saya.

      • eraha berkata:

        iya, makanya tiap kali aku mo nyusun cerpen, slalu riset utk hal2 tertentu dulu.

        misalkan utk cerpen ini, aku cari sumber bagaimana seorang dukun memasukkan ‘isi’ ke benda pusaka (3 cara, yg sudah aku masukkan di ceritanya)

        trus di cerpen ‘pamali’ aku juga benar2 mengumpulkan pamali2 yg memang bnar2 berlaku di masyarakat jawa

        cerpen ‘vallentine, fallen tien, fallen teen’ yg aku masukkan data statistik nyata ttg tingkat persentase bunuh diri remaja di jogja

      • Citra Taslim berkata:

        untuk membuat karya yang bagus memang harus disertai dengan survey berdasarkan data yang ada.
        atau berdasarkan fakta-fakta sejarah.
        Jadi yang membaca juga mendapatkan nilai tambah.

  2. bukanperantau berkata:

    waahh… gigi palsu.. ending gak kebayang lho… keren… nanti ditunggu yah cerpen berikutnya… 🙂

  3. diah berkata:

    apik, ora sing sedih-sedih terus 😛

  4. ha ha ha. Endingnya yang mengejutkan itu (pertama kali melihat Pak Bupati – langsung yg dilihat adalah giginya) membuat saya teringat akan kakak saya yg juga seorang dokter gigi. Pernah satu kali waktu kami msh sama-sama mahasiswi (saya di FKH, dia di FKG) ,kami makan berdua di kantin.Saya melihat seorang cowo ganteng dan segera membisikkan ke telinga kakak saya.”Sst!.Ada cowo ganteng di meja sebelah kiri kita. Tp jangan langsung dilihat.Ntar dia tahu kita membicarakannya”. Kata saya. Kakak saya mengiikuti instruksi saya dg baik.Tp setelah beberapa saat iapun menoleh ke kiri, melihat ke cowo yg saya maksudkan. Lalu kata dia ” Bahh!! Apanya yang ganteng? Giginya aja berantakan kaya gitu!. Nggak deh!” katanya. He he he..

    Kenapa ya dokter gigi itu kalau ketemu orang pasti yg dilihat pertama kali adalah gigi orang itu ? Apakah semua dokter gigi spt itu? atau hanya sebuah kebetulan? he he he

    • eraha berkata:

      mungkin karena mental n psikologisnya uda terbentuk selama kuliah mbak. hehehe
      kan kami uda ngerti gigi yang bagus n nggak tu kayak apa hanya dengan sekali lihat. ketika melihat suatu sistem, kita kan cenderung melihat apa yang ada di bidang kita. bisa jadi klo yg ngeliat tu fashion designer, pastilah yg diliat pertama bukan giginya kan ^_^
      trus, apa yg dilian mb made ketika ada orang ganteng yg mbawa anjing? jangan2 yg dinilai pertama kali anjingnya ya? hehehehe

      klo dipikir2, aku juga klo ngeliat orang pasti point of interestnya juga di sekitar mulut,,, ^_^

  5. marlindia berkata:

    kadang masayarakat sini, masih lebih oercaya klenik daripada sains..
    tentang pamali pun, akan lebih sering dihubungkan dengan mistis ketimbang dengan sains..

    #lagi mikir, kalo anak teknik kyk aku, saat ktemu orang , yang pertama kali dilihat apa ya? 😀

    • eraha berkata:

      kalau (mbak atau mas) marlindia baca cerpen saya yg judulnya “Pamali” disitu saya mecoba memberikan fakta bahwa antara sains dan klenik itu sebenarnya bisa disamakan dgn roda kehidupan juga. kadang di atas kadang di bawah. ketika sains tidak bisa lagi memberikan jawaban, maka orang2 terpaksa mengatasnamakan gaib. Gaib sendiri ada kanan dan kiri. Kanan itu Ilahiah, kiri itu setan atau klenik.

      klo anak teknik, mungkin anda sendiri yg bisa menyimpulkan (coz saya bingung juga, hehehe). Apa yg pertama kali dilihat dari seseorang yg sesuai dengan disiplin ilmu anda. Bisa jadi:
      -klo teknik mesin yg diliat pertamakali adalah kondisi kendaraannya;
      -teknik nuklir yg diliat seberapa besar gadgetnya menimbulkan radiasi;
      -teknik elektro: sering telat bayar listrik ga;
      -teknik kimia: sering sakau ga
      -teknik sipil: menderita sipilis ga (hehehe,,,sori ngelantur)

  6. bintangrina berkata:

    Kalau ada tulisan yang bisa membuat orang mual (neg-Jw) , itu hanya tulisan anda yang berjudul gigi palsu. Sama sekali tak terduga. Biasanya jimat itu diberi wadah khusus dan mahal, lalu disimpan di dalam lemari antik disertai kemenyan dan bunga tujuh rupa. Tetapi tulisan anda lain dari yang lain. Gigi palsu yang sudah busuk dan entah apalagi kok ya dipakai di mulut. Saya sangat jijik seakan akan saya seperti mengulum (Ngemut=Jw) pecahan kloset atau kakus .
    Sebuah tulisan yang bagus.

    • eraha berkata:

      hahaha…
      iya pak, sebenarnya saya berusaha menghadirkan fakta bahwa sebuah jimat itu, terlepas dari kekuatan yang terkandung di dalamnya, akan menuntut si pemiliknya untuk melakukan hal-hal yang secara rasional tidak dapat diterima nalar. entah dalam usahanya untuk memenuhi ‘syarat’ agar bisa berefek atau hanya sekedar over protektif terhadap jimat tersebut dari gangguan luar katakanlah pencurian atau menjauhkan dari jangkauan masyarakat sekitar.

      makasih sudah menyempatkan mampir kesini.

  7. elfarizi berkata:

    Suka endingnya! Kejutan, hehehe 😀
    gigi … gigi … 😀

  8. plutoniko berkata:

    Awalnya saya tidak begitu tertarik untuk membaca cerpen ini, tapi karena judulnya “Gigi Palsu” jadi agak penasaran juga . Cerpen ini bisa dibilang seperti cerpen2 kebanyakkan yg selalu berisi suatu masalah dan konflik, tetapi yg membuat saya memberi acungan jempol adalah ending yg sungguh2 hebat (menurut saya).. hehehe

  9. junaidi m berkata:

    seperti comments sebelumnya lah…
    ending yang mengejutkan, gak nyangka, bagus pokoknya…sampai saya geleng2 dan garuk2 kepala sendiri
    sehebat itukah kekuatan gigi palsu?….hhe 🙂

    • eraha berkata:

      makasih udah mampir mas jun…

      sehebat itulah jika orang mulai mempercayai dan menggantungkan hidupnya pada jimat,,,
      yg hebat tu tipu daya setan n jinnya kali mas,,,jadi seolah tu jimat selalu bisa diandalkan,,,hehehe

Tinggalkan komentar